Monday, April 28, 2014

"Ehm, Gini, Om..."

20 April 2014

"Jadi aku ngomongnya hari ini?"
"Boleh."
"Bener nih?"
"Iyaaa."
"Papanya gimana? Mood-nya lagi enak nggak?"
"Gak tau, nanti liat aja, kayaknya sih oke kok. Kan lagi ultah."
"Oke deh, sip."
"Sip."

26 April 2014

"Besok aku ke Gereja kamu ya ai?"
"Ha? Ngapain?"
"Mau ngomong sama papa ah, minggu lalu kan nggak jadi."
"Lagian minggu lalu kenapa gak jadi sih? Udah pas juga."
"Gak ada momennya ai. Besok deh, beneran."
"Yaudah."

27 April 2014, 12.00

"Ai, ini batal lagi dong ngomongnya?"
"Ya abis gimana? Papa lagi sibuk begitu."
"Tapi minggu depan ada pameran lho. Kalo belom ngomong sama papa kamu aku mana bisa DP?"
"Iya, sih."
"Gini deh, tanggal 1 kan libur tuh. Aku ngomong pas itu aja apa ya? Jadi aku ke rumah kamu."
"Boleh deh. Oke."

27 April 2014, 16.00

"Hun, mama ngajak ke TA nih."
"TA? Ngapain?"
"Makan deh kayaknya, sama aku mau beli baju yang waktu ituuu. Inget gak?"
"Oh, yayaya. Yaudah boleh. Aku sekalian ngomong sama papa deh ya?"
"Hah? Malem ini jadinya?"
"Iya deeeh, biar beres."
"Yaudah, siap-siap sana."

27 April 2014, 19.00 

Gue, R, bokap, dan nyokap makan di Nan Xiang TA. Sepanjang makan malem, gue nggak bisa berenti misuh-misuh gara-gara nerves. Boook R yang mau ngomong ngapa gue yang mau nelen gelas gini deh rasanya. Uhuhu.

Masalahnya sampe kami semua kelar makan, R sama sekali nggak menunjukkan tanda-tanda mau ngomong serius sama bokap. Gue jadi menerka-nerka, apa ini anak tiba-tiba berubah pikiran ya? Pas gue nengok ke dia, tiba-tiba mata gue menangkap bibirnya yang membentuk kata, 'se-ka-rang-?'. Sekarang? Sekarang apa? Pulang? Minum? Ke toilet? Apanya yang sekarang???

"Om, tante, begini. Saya sama Sarah kan udah pacaran setahun lebih. Kalo om dan tante mengijinkan, saya mau nikahin Sarah tahun depan, om, tante."

*DHUAR*

Rasanya gue mau gali tanah trus ngubur diri deh, sanking gak tau harus bereaksi kayak apa. Diem aja? Bantuin ngomong? Minta refill Chinese Tea? Permisi ke toilet? Apaaa? Gue musti gimanaaaa?

Bokap gue juga pertamanya keliatan bingung, dari ngomongin apartemen kok tau-tau jadi ke nikaah?? Tapi beberapa saat kemudian, beliau terlihat kembali menguasai diri trus membuka dengan, "iya, waktu itu Sarah udah ngomong sama om tentang ini. Kalo dari kalian, kira-kira rencananya mau pake adat apa?"

HA? ADAT APA? PAH, KITA KAN SAMA-SAMA CINAAA :(

"Maksudnya mau makan meja atau prasmanan?"

Papaku sayaaaaang, itu jenis pesta, bukan adaaat *ngakak sampe nangis* *dikutuk jadi batu*

Lalulah kami berempat ngalor ngidul ngomongin gedung, jumlah tamu, makanan, souvenir, dan lain-lain, padahal jawaban boleh atau nggaknya masih ngambang kayak eek di kali. Akhirnya dengan hati-hati gue nanya ke bokap,

"Maksudnya ma, pa, kalo pertimbangan mama sama papa gimana? Karna kalo dari aku sama R sih, kami bebas aja bulan atau tanggalnya kapan, takutnya kan mau cari hari baik juga."

Lalu begini jawaban bokap gue:

"Papa sih kurang ngerti kalo tentang itung-itungan begitu, mungkin nanti mama bisa tanyain om sama oma," matanya pindah ke R. "Ya kalo om sih, asal kamu sama Sarah udah mantep satu sama lain, om nggak bisa kasih apa-apa lagi selain restu." Dese menghela nafas. "Cuma om pesen sama kamu, R. Sarah itu anak perempuan om satu-satunya. Jangan sia-siain dia." Matanya berkaca-kaca. "Nanti kalo udah nikah sama kamu, om tau Sarah harus keluar. Rumah om ya pasti nggak rame lagi. Cuma ada om, tante, sama adiknya Sarah... Tapi ya kalo kalian baik-baik, bahagia, ya nggak apa-apa."

*pura-pura minum Chinese Tea* *nutupin mata yang juga mulai berkaca-kaca*

Di luar sih boleh berkaca-kaca, tapi hati ini mah udah nangis tersedu-sedu. Bocor udah air mata gue, denger bokap ngomong kayak begitu. Bener kata Mbak Lei, a daddy always has a soft spot for his daughter. :')

Bokap gue tuh keraaas banget. Bukan tipe yang sering mengungkapkan kasih sayang lewat pelukan, hadiah, dan sebagainya lah. Tapi gue tau dia sayang banget sama gue. Kalo mau jujur, mungkin dia masih berat banget ngelepasin gue nikah. Pertimbangannya, gue masih muda, masih manja, dan masih harus tinggal di rumah supaya deket beliau. But then again, he throws his wants away buat kebahagiaan gue. Bokap gue orang yang paling terakhir mementingkan dirinya sendiri, dan mengutamakan gue di atas segala-galanya.

Mikirin ini semalem-maleman sempet bikin gue kepingin ngundur pernikahan sama R deh, sanking sedihnya. Atau kalo nggak bisa, tiap minggu nginep rumah aku yuk, hun? Please please?

NB : Baru ngelamar informally aja udah begindang meweknya, apa kabar ntar ngana minta maaf cium kaki di depan altar neng? *siapin baskom dari sekarang*

No comments:

Post a Comment