Wednesday, June 11, 2014

The (Not so Called) Pre Wedding Syndrome

I didn't believe in Pre-Wedding Syndrome back then. It was still a bullcrap, until... I finally experienced it my self.

Anjrit ternyata beneran ada yaaaa *nangis bombay sambil menerawang ke luar jendela*

Jadi, dulu gue yakin, PWS itu rekaan bride/groom-to-be aja. Semacem PMS lah. Tapi kalo PMS kan emang ada faktor sakit dan kram, jadi menurut gue, itu yang bikin cewek-cewek mau atau lagi dapet galaknya kayak macan. Lah wong sambil kerja musti nahanin sakit? Kan gak enak. Ibaratnya lagi pusing, trus harus berinteraksi sama sekumpulan orang nyebelin. Pasti ngomelnya jadi dua kali lipat lebih sering toh?

Tapi PWS kan beda. Nggak ada sakit-sakitan. Wong ini cuma masa-masa nyiapin pesta koook. Aturannya sama kayak arrange pesta ulang tahun kan? What I didn't know was, yang musti disiapin bukan cuma resepsi, pemberkatan, dan perintilannya. Hati dan mental juga. *long sigh*

Seperti yang pernah gue tulis, I always keep in my mind that marriage is much more important than wedding it self. You can have a very beautiful and luxurious wedding? Good. Tapi apa gunanya kalo kehidupan pernihakan yang dijalani nggak seindah resepsinya? Apa gunanya kalo di tengah jalan ternyata harus pisah juga?

The thing is... gue lebih takut nggak bisa jadi istri yang baik ketimbang nggak jadi pengantin yang cantik. Gue lebih takut kehidupan pernikahan gue kacau balau ketimbang hujan badai waktu resepsi pernikahan. Gue lebih takut mendapati fakta bahwa sebenernya gue nggak siap nikah, ketimbang nangis bombay sampe make up luntur pas sungkeman.

Geez, so much to afraid of.

Bahkan di blog sebelah, gue yang pernah dengan gagah bilang gak percaya sama 'the right one', sekarang bisa-bisanya mempertanyakan, "is R the right one?". Zzzz cape deh. I often ask R some annoying questions too, such as, "will us be happy?", "will your sweet-ness last forever?", "will you love me still, even if I'm no longer pretty (jadi sekarang priti neng? zzz.)?", and so so on.

Kadang gue bisa jadi excited banget ngurusin kawinan, tapi trus begitu keraguan mulai muncul, bawaannya mau nelpun R trus minta dia batalin vendor. Kadang kalo semuanya lagi baik-baik aja, gue sama R lagi adem ayem, pingin banget majuin tanggal nikah jadi taun ini. Tapi sekali ribut gede, R nyebelin, sibuk sendiri, gak peduli sama gue, otak gue langsung ngeledek lagi, "Bener nih mau ngabisin hidup sama die? Kuat?"

Your mind sometimes is your cruelest enemy. Yes, indeed. But who knows it's not my mind, but it's a sign to prohibit me go even further? See? Dammit, mind. Dammit.

Kalo ini yang namanya Pre-Wedding Syndrome, please go away, I hate you and it isn't nice to finally meet you.

But somehow I know this post will not be my last post about this PWS bitch. *le sigh*

1 comment: