Thursday, September 25, 2014

The Crisis

Akhir-akhir ini, banyaaak banget undangan pernikahan yang mampir ke meja kantor. Hebatnya hal itu sama sekali nggak bikin gue semangat ngurusin nikahan sendiri. Malah kalo bisa beberapa hari ini nggak kepingin banget ngebahas masalah kawinan dan perintilannya.

Pertama, pengaruh trauma. Terakhir kali bahas masalah kawinan sama R, which was tentang bridesmaid, malah berakhir ribut guede sama dia. Jadi sekarang ini aku sungguh capek dan lelah. Gak punya tenaga lagi buat argue, nggak punya tenaga lagi buat debat, dan nggak mood buat berantem.

Yang aman mending ngangguk dan nurut deh. Dari pada kawinannya batal, kan.

Kedua, sensitivity gue yang ngalahin test pack. AHAHAHA. No wonder ya ini blog isinya kalo nggak curhatan, ya drama. Entah berapa banyak postingan yang musti dihapus kalo suatu saat gue dan R memutuskan untuk me-launching blog ini ke publik -- yang sepertinya gak akan.

At some point in this week, gue lagi ngerasa lemaaah selemah-lemahnya. Gara-gara hal kecil, gue bisa marah besar dan langsung menyimpulkan gue benci sama R. Males ngomong sama doi. Nggak sepikiran, akhirnya frustasi sendiri mikirin ini apa yaa yang salah...

Hampir tiap malem gue ngelamun ke mana-mana. I fight a lot with so many what ifs. Day and night. Segala distraksi udah gue coba. Dari mulai blog walking, youtube surfing (I watch everything. Literally. Dari mulai tutorial make up sampe cover lagu), sampe ngegugel segala gambar, theme song, theme park, dan apapun yang ada kaitannya sama Disney.

I simply do everything, just to avoid hurting R with my words.

Karna waktu gue lengah, yang bakalan terjadi adalah gue muntahin semua yang gue pikir dan rasain ke R. Akhirnya kami ribut, atau gue bikin R sedih. Melegakan? Nggaaak. Karna gue juga sedih diteken rasa bersalah. Then I'll blame my complicated self for everything that happened. And I'll hate my self more and more.

R is a perfect boyfie. Sungguh. Dia nggak banyak nuntut. He loves me with his all. And he's a great, and kind-hearted person.

Kami hanya berbeda pandangan tentang banyak hal.

Dan itu sama sekali bukan salah R.

Mungkin gue yang kurang ngerti. Mungkin mereka bener, anak kecil di bawah 25 tahun knows nothing about life. And maybe also about love. Mungkin akar dari semua masalah ini adalah ke-insekyur-an gue. Mungkin kami berdua emang kepala batu. Atau mungkin kami memang gak pernah cocok dan punya batas toleransi perbedaan yang setipis kertas.

I don't know. But I do love him. Head over heels. I give up everything to be with him. My dreams, my family, my freedom, my wealth... anything that makes this man happy.

I'm just afraid someday I'm gonna wake up and regret everything.

2 comments:

  1. After those kind of thoughts, there would be some times when you just contemplate about what's going on in your relationship, and suddenly you know you're on the right track. Suddenly it was all clear. Suddenly you just have that faith in yourself, in him, in your relationship. And hang onto that faith. All these stuffs and thoughts right now are going to make you (us) stronger. Jiayou sama-sama ya! :)

    ReplyDelete
  2. Oliv: Dear Oliv, thank you for your support, and positive words. That's what I need the most this time. Makasih banyaaak ya :") Sungguh.

    Jiayou sama-samaaa! :")

    ReplyDelete